Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23) adalah salah satu aspek penting dalam sistem perpajakan Indonesia. Bagi yang terlibat dalam pembayaran PPh 23, memahami kewajiban pelaporan yang tepat adalah esensial untuk menjaga kepatuhan terhadap aturan perpajakan. Berikut adalah panduan praktis untuk memahami dan memenuhi kewajiban pelaporan terkait PPh 23. Sebelumnya perlu Anda ketahui, memang benar bahwa bantuan atau sumbangan dan harta hibahan dikecualikan dari objek PPh berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 16/PJ/2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : a. bahwa penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak terhitung mulai tanggal 1 Januari 2016 telah

Penghasilan yang dikenakan PPh tidak hanya penghasilan berasal dari gaji bulanan saja, tetapi juga dari laba usaha, honorarium, hadiah, dan penghasilan lainnya. Ada 5 jenis pajak PPh yang berlaku di Indonesia yang dibagi berdasarkan sumber pendapatannya yaitu PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, dan PPh Pasal 29.
Mengenai proses hingga zakat mengurangi pembayaran pajak (dalam hal ini pajak penghasilan), hal ini sudah diatur sejak adanya UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat ("UU 38/1999"), dan kemudian lebih dipertegas oleh UU Zakat yang terbaru yang menggantikan UU 38/1999 yaitu UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat ("UU 23/2011
Undang Undang RI No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif 2% dan 15%. Penelitian dilakukan pada PT.
BAB IVSANKSIPasal 20. Penyelenggara Jasa Penyelenggaraan Teknologi Finansial yang tidak melaksanakan kewajiban pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dan Pasal 4 ayat (1) dan/atau kewajiban pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf c, besarnya pemotongan PPh Pasal 23 atas pembayaran berupa sewa adalah sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto. Dalam Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-10/PJ/1995, tanggal 31 Januari 1995, ditetapkan bahwa besarnya perkiraan penghasilan netto untuk Tujuan akuntansi pajak adalah menetapkan besarnya pajak terutang berdasarkan laporan keuangan yang disusun oleh perusahaan. Dalam Akuntansi Pajak Penghasilan meliputi Pajak Penghasilan Pasal 21/26, 22, 23/26, dan Pasal 4 ayat (2). Beberapa transaksi yang terkait dengan akuntansi Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut: 1. PPh Pasal 21/26 .
  • 9nbi6z3a4l.pages.dev/91
  • 9nbi6z3a4l.pages.dev/327
  • 9nbi6z3a4l.pages.dev/109
  • 9nbi6z3a4l.pages.dev/343
  • 9nbi6z3a4l.pages.dev/899
  • 9nbi6z3a4l.pages.dev/30
  • 9nbi6z3a4l.pages.dev/525
  • 9nbi6z3a4l.pages.dev/554
  • 9nbi6z3a4l.pages.dev/209
  • 9nbi6z3a4l.pages.dev/673
  • 9nbi6z3a4l.pages.dev/984
  • 9nbi6z3a4l.pages.dev/296
  • 9nbi6z3a4l.pages.dev/634
  • 9nbi6z3a4l.pages.dev/10
  • 9nbi6z3a4l.pages.dev/44
  • pertanyaan tentang pajak penghasilan pasal 23